Ada
Saatnya Kita Lelah Dengan Semua
Nggak
adil rasanya bila kita memaksakan diri untuk selalu berjuang meraih apa yang
diinginkan. Terus mencari jawaban tentang pertanyaan atas rasa penasaran yang
nggak berhenti berputar di kepala, membuat rotasi hidup berhenti pada satu
titik.
Sayang,
kita tidak lagi seorang anak kecil yang bisa mendapatkan keinginannya hanya
dengan merengek dan menangis. Tidak. Kita butuh proses perjuangan hebat nan
keras untuk mendapatkannya. Dan kadang itu membuat kita lupa bahwa tubuh
mempunyai batas untuk berhenti sejenak dan beristirahat, lalu berpikir.
Wahai
kamu yang terlampau sering menghiraukan tanda-tanda tubuh yang ingin menyerah,
apakah kamu tau kulit yang deras berkeringat ingin dikeringkan? Apa kamu tau
luka yang terlahir ingin disembuhkan? Apakah kamu tau kepalamu ingin meledak
karena diforsir untuk fokus pada target? Apakah kamu tau kedua langkah kakimu
ingin tumbang karena terus menerus dipaksa melangkah?
Kita
tahu, hanya saja kadang kita menyangkalnya.
Sebab,
ada saatnya kita lelah dengan semua...
Lelah Dengan Kesendirian
Ketika
sendiri tanpa ada satu orang pun yang menemani dan memahami, siapa lagi yang
kamu rasakan kehadirannya selain kesepian?
Konon,
kesepian itu sahabat sejati yang takkan pernah meninggalkan kita, karena ia
selalu menemani kesendirian, di mana pun dan kapan pun. Namun kesepian juga
serupa racun yang membuat hatimu mati rasa. Membuat hatimu nggak bisa merasakan
cinta, karena terlalu lama menikmati kesendirian.
Ada
waktunya kamu lelah dengan sendiri, bosan ditemani kesepian yang akhirnya kamu
sadar mencelakakan hati, dan yang terparah adalah: membodohi dirimu sendiri
dengan pertanyaan.
“Kalau berdua, yakin bisa bertahan selamanya?”
“Emangnya dalam keramaian sekali pun, ada orang
yang bisa memahamimu?”
Atau…
“Buat apa jatuh cinta? Kalau ujung-ujungnya
yang kamu dapatkan lagi-lagi luka.”
Kesepian
itu menguras tenaga dalam tiap detik yang berjalan, menghalang-halangi pintu
bahagia. Dan, pada waktunya datanglah saatnya kita lelah, ingin ada yang
melarang, ingin memiliki teman berbagi, ingin memiliki seseorang yang bisa
memahami dan mencintai.
Terluka
oleh seseorang lebih ada artinya dibanding dilukai kesepian dan kesendirian.
Lelah Dengan Orang yang Datang dan Pergi
Kebersamaan
adalah sesuatu yang mewah, yang tercipta dari perkumpulan orang-orang yang
belajar saling menerima dan memahami. Itulah sebabnya kebersamaan itu tidak
dapat terbeli. Sayangnya, dalam hidup, kita nggak bisa menghindari fase ‘datang
dan pergi’ orang-orang yang kita kenal. Saking seringnya, itu membuat kita
lelah.
Lelah
dengan perkenalan, lelah dengan proses adaptasi, lelah dengan kata selamat
tinggal, lelah dengan kegagalan, dan lelah menikmati kehilangan.
Seperti
berada di sebuah halte. Kamu akan menyaksikan orang yang datang untuk menunggu
bus yang mengantarkan ke tujuannya, dan kepergian orang itu karena telah
dijemput bus yang ditunggunya. Dan itulah hidup. Datang dan pergi. Hanya
sedikit yang menetap.
Oleh
karena itu, jagalah orang yang menetap di kehidupanmu. Mereka yang tahan dengan
sikapmu. Mereka yang memaafkan kesalahanmu. Mereka yang mengubahmu menjadi
lebih baik. Dan mereka yang ingin selalu bersamamu.
Ada
yang datang dalam hidup untuk mengajarimu sesuatu, kemudian pergi ketika kamu
telah memahami apa yang telah diajarkan.
Sayangnya, kamu baru sadar akan pelajaran itu
setelah ia pergi.
Lelah Dengan Pengkhianatan
Bukan
alasan yang tepat memang bila ada seseorang yang enggan mempunyai hubungan
hanya karena lelah dengan pengkhianatan. Tetapi, lagipula siapa yang berani
merasakan rasanya dikhianati? Bahkan, orang paling berani sekali pun
takut dan nggak mau dikhianati, terlebih oleh orang yang disayanginya.
Pengkhianatan
adalah salah satu ketakutan terbesar manusia, di mana kepercayaan dan kesetiaan
dihancurleburkan dalam satu waktu, menimbulkan trauma dalam mendeklarasikan
kehilangan.
Itulah
kenapa hanya orang tolol yang mengkhianati kesetiaan. Karena kesetiaan itu
hanya terlahir dari sifat dewasa yang memiliki kesabaran yang besar, dan nggak
semua orang memilikinya.
Lelah Dengan Penolakan
Lelah
dengan penolakan, kepedihan yang dirasakan oleh orang yang berkali-kali gagal
dalam usaha diterima. Memang, semua yang diberikan nggak selalu diterima,
contohnya: cinta.
Cinta
tentu butuh pengorbanan. Dan dari pengorbanan itu nggak sedikit membuat kita
memberi banyak hal. Namun, ketika cinta itu diutarakan, hasil yang didapatkan
adalah penolakan. Penolakan yang berujung pada rasa kecewa yang membinasakan
rasa percaya diri untuk jatuh cinta lagi.
Dari
penolakan yang terjadi berkali-kali dan kekecewaan yang sering dirasakan, nggak
jarang membuat orang yang mengalaminya merasa lelah dan kapok. Kapok untuk
mencoba lagi karena takut usahanya berakhir dengan hasil yang sama. Ditolak.
Lelah Dengan Pengabaian
Jika ada pertanyaan apa rasa yang sakitnya lebih dari sekarat,
jawabannya adalah diabaikan.
Diabaikan
itu rasanya sakit luar biasa. Mengapa? Pengabaian sama halnya dianggap nggak
ada. Bayangkan aja jika kamu berada di hadapan orang yang kamu cintai, tapi dia
nggak menganggap keberadaanmu. Sama sekali. Nggak sedikit pun menoleh ke
arahmu, menjawab sapaanmu, bahkan deru napasnya memberikan isyarat keras agar
kamu pergi dan nggak usah kembali.
Penolakan terpahit adalah dianggap tidak ada.
Wajar
jika ada orang yang lelah dengan pengabaian, enggan merasakan kondisi dianggap
gak ada untuk kesekian kalinya.
Intinya,
kita harus menghargai dan menyayangi diri sendiri untuk nggak memaksakan diri
ketika sudah sangat lelah. Karena ketika terlalu memaksakan diri, apalagi yang
didapatkan selain perih? Kegagalan memang mengajari untuk mencoba lagi, tetapi
ketika sudah terlalu lelah, apakah itu bukan malah mencoba bunuh diri?
Istirahatkanlah
dirimu sejenak, atur ulang langkah dan semua rencana terbaik. Mungkin apa yang
kamu perjuangkan bukanlah yang akan kamu dapatkan, tetapi memberikan pelajaran
dan menempa dirimu menjadi lebih tabah dari sebelumnya.
Jadi,
bagian mana yang membuatmu benar-benar lelah dan akhirnya terpikir untuk
berhenti?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar